Selasa, 29 September 2009

sebuah kisah usang

Ketika aku sedang mengerjakan sebuah pekerjaan yang harus saya kerjakan, tak sengaja aku membuka salah satu file yang berisi sebuah cerita yang menggugah hati saya.

“Orang tua saya hidup dalam kesederhaan, ibu menikah dengan bapak pada tahun 1962. setahun kemudian ibu mengandung. dalam usia kandungan tiga bulan bapak minta ijin ke ibu pergi kejakarta untuk mencari pekerjan agar dapat biaya untuk melahirkan, akhirnya bapak pergi merantau meningalkan ibu dalam keadaan hamil tiga bulan. untuk menyambung hidup sehari hari ibu dalam keadaan hamil buruh menjadi tukang cuci di kota. Uang yang didapat cukup untuk biaya hidup sehari hari saja. hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan mengaharapkan kiriman uang dari bapak, dan berita keselamatan bapak, namun demikian berita tidak pernah ibu terima sampai usia kandungannya sembilan bulan. Ibu merasa sangat sedih dan terpukul. ibu melahirkan tanpa didampingi bapak Dan lahirlah seorang bayi perempuan yang sehat. Ibu merawat bayi itu dan menyusuinya hanya dua bulan saja karena kondisi perekonomian keluarga yang harus memaksa ibu menitipkan bayi itu yang masih berumur dua bulan kepada nenek. lalu ibu pergi merantau ke sumatra dengan harapan mampu mengirim uang ke nenek untuk membesarkan bayi berumur dua bulan tersebut, tapi harapan tinggal harapan. Setelah berjalannya waktu bayi tersebut mulai tumbuh besar dan mulai bersekolah. Nenek memasukannya ke SD selama 6 tahun. Saat pengisian data untuk STTB, ada seorang guru yang mungkin umurnya sama dengan ibu bertanya tentang data diri siswa dari nama orang tua, hingga tanggal lahir. Saat itu nenek menganjurkan agar mencantumkan nama kakek untuk nama orang tua. Tanggal dan bulan lahir dikarang sendiri, karena anak itu pun tidak tahu kapan ia lahir.
Setelah lulus SD, nenek sudah tak sanggup lagi membiayai sekolah anak itu yang sangat ingin melanjutkan kejenjang selanjutnya. Anak itu terus merengek pada nenek agar di sekolahkan ke jenjang selanjutnya. akhirnya nenek memiliki saudara yang bekerja sebagai tukang kebun di SMP tersebut dan anak itu dititipkan agar dapat bersekolah di sekolah tersebut. Anak itu dapat bersekolah di tempat tersebut selama 3 tahun dengan biaya dari seorang tukang kebun, dengan syarat anak itu harus wajib membantu mencarikan rumput untuk pakan sapi. Dengan penuh keikhlasan dan tekad yang kuat dia mengerjakan itu semua. pagi sekolah, siang mencari rumput, sore ke dapur membantu memasak, dan lain-lain hingga larut malam. Itu semua ia lakukan agar dapat bersekolah.
Setelah sekian lama dia ditinggal oleh ibunya, ibunya pun datang menengok anak itu ketika anak itu duduk di kelas 2 SMP. Anak itu pernah berfikir bahwa dia tak pernah mendapatkan kasih sayang dari ibu atau bapak, hanya nenek saja yang memberikan kasih sayang itu kepadanya sebagai pengganti kasih sayang seorang ibu atau bapak kepadanya. Sehingga kedekatan anak itu dengan nenek sangat erat. Setelah itu ibu pergi lagi.
Setelah lulus SMP, sekali lagi dia tidak bisa meneruska sekolahnya ke SMA, karena nenek sama sekali tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan anak itu. Dia terus merengek dan meminta kepada nenek agar dia dapat bersekolah kembali. Tetapi jawaban nenek membuat hati saya sakit, karena beliau selalu berkata “sudahlah, tidak usah sekolah lagi, sudah bagus bisa baca.”. setiap kali nenek berkata begitu anak itu hanya bisa terdiam dan menangis.
Namun Tuhan mendengarkan doa anak itu, pada waktu itu ada seorang pengusaha yang mencari pembantu untuk mengurus ke-7 anaknya dan membuat makanan untuk para karyawannya. Tanpa pikir panjang dia terima pekerjaan itu, dengan tujuan agar dia dapat melanjutkan sekolah ke tingkat SMA. Daerah tempat anak itu bekerja berada di daerah Bantul. dia sekolah siang hari, sehingga waktu pagi dia dapat bekerja dan siang harinya dapat berangkat ke sekolah, tetapi karena itu dia sering terlambat. Namun anak itu selalu mengerjakan pekerjaannya dengan ikhlas dan tanpa banyak mengeluh. Suatu hari kepala sekolah menegurnya karena terlalu sering terlambat, sampai dia melakukan kunjungan ke rumah majikan anak itu. Melihat perjuangan anak itu yang terus ingin sekolah membuatnya terharu, sehingga kepala sekolah memberikan anak itu waktu tambahan untuk mengejar mata pelajaran yang banyak tertinggal. Kepala sekolah sempat meminta anak itu menjadi anak angkatnya, namun nenek tidak mengijinkan. Anak itu tetap ikhlas menjalani 3 tahun masa SMAnya sebagai pembantu sambil sekolah.
Setelah lulus SMA anak itu memberanikan diri merantau ke Jakarta dengan berbekal ijasah SMA. Dengan tekad yang bulat dan penuh harapan dia bercita-cita ingin membahagiakan ibu dan neneknya. Sampai di Jakarta dia ikut saudaranya berjualan jamu di Pasar Senen. Sambil berjualan dia tetap belajar dan terus mencari informasi pekerjaan. Suatu saat di sebuah surat kabat terdapat informasi tentang Pencarian Sekolah Polisi Wanita tanpa dipungut biaya tahun 1984. Dari situlah dia memberanikan diri untuk mencoba. Dengan berbagai macam rintangan dan cobaan akhirnya dia diterima sebagai Polisi Wanita samapai saat ini yang berpangkat AKP. Dan anak itu adalah SAYA. Alhamdullillah.”

Saya tercengang membaca tulisan tersebut. Air mata menetes. Saya baru menyadari riwayat hidup IBU saya sendiri melalui tulisan yang dia buat, dan saya tidak pernah bertanya kapada beliau. Selama 17 tahun saya baru mengetahui bahwa begitu besarnya tekad dan perjuangan ibu untuk menjadi orang yang sukses. Dan Alhamdullilah Allah mendengarkan selalu doa yang ibu panjatkan, ibu sekarang berpangkatkan Mayor, dan ibu pun dapat melanjutkan kuliah dengan hasil yang ia peroleh .. Alhamdullilah ya Allah … aku sayang ibu …

_30909_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar